Kamis, 22 Desember 2011

PERMASALAHAN POKOK DALAM PENDIDIKAN MATEMATIKA SERTA ALTERNATIF SOLUSI

Sebelum mengkaji lebih jauh tentang permasalahan pendidikan matematika di Indonesia, mari kita lebih dahulu mengkaji permasalahan pendidikan secara umum. 

Masalah Pendidikan Indonesia

A.    Paradigma Pendidikan Indonesia
Diakui atau tidak sistem pendidikan yang dianut oleh Indonesia dalah Sekuler-Materialistis. Hal ini dibuktikan oleh UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi: jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagamaan, dan khusus. Dari pasal ini tampak jelasa adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Secara kelembagaan, pendidikan agama dibawah departemen agama sedangkan pendidikan umum berada di bawah departemen pendidikan nasional.
Pendidikan Sekuler-Materialistis ini memang bisa melahirkan orang pandai yang menguasai sains dan teknologi, namun gagal dalam membentuk kepribadian peserta didik dan penguasaan agamanya. Sebaliknya peserta didik yang menempuh pendidikan agama, mereka berhasil menguasai ilmu agama serta berkepribadian baik, tetapi mereka buta akan perkembangan sains dan teknologi yang ada.
Solusi:
Mengubah asas pendidikan dari sekuler-materialistis ke pendidikan islam. Selanjutnya menentukan arah dan tujuan sistem pendidikan baru tersebut serta menerapkan kurikulum dan standar nasional pendidikan.

B.     Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Banyak sekali lembaga pendidikan memiliki gedung rusak, kebermanfaatan gedung yang kurang, buku perpustakaan yang tidak memadai, serta laboratorium yang jarang terpakai dan tidak lengkap, bahkan banyak lembaga pendidikan yang tidak memiliki gedung sendiri.
Solusi:
Hal ini berkaitan dengan kewajiban pemerintah secara penuh dalam hal pendidikan rakyatnya, tentunya berkaitan dengan sistem ekonomi yang ada. Untuk itu pemerintah wajib memberikan pengetahuan/wawasan kewirausahaan agar setiap warga negaranya bisa mandiri dan nanti bisa memberikan imbasnya pada pemasukan pemerintah melalui sektor pajak.

C.     Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru Indonesia sangat memprihatinkan, kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme memadai untuk menjalankan tugasnya sebagai mana disebut dalam pasal 39 UU sisdiknas no 20 tahun 2003, yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian pada masyarakat.
Solusi:
Untuk mengatasi rendahnya kualitas guru selain kesejahteraan mereka terpenuhi, diperlukan adanya bantuan pendidikan lanjutan untuk para guru demi meningkatkan keprofesionalitasnya serta mengikutsertakan mereka dalam pelatihan-pelatihan dan diklat sesuai mata pelajaran yang diampunya.

D.    Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kualitas guru dipicu oleh rendahnya kesejahteraan guru, banyak dari mereka melakukan pekerjaan sampingan, seperti bekerja di lembaga bimbingan belajar dan lain-lain.
Solusi:
Hal ini berkaitan dengan kewajiban pemerintah secara penuh dalam hal pendidikan rakyatnya, tentunya berkaitan dengan sistem ekonomi yang ada. Untuk itu pemerintah wajib memberikan pengetahuan/wawasan kewirausahaan agar setiap warga negaranya bisa mandiri dan nanti bisa memberikan imbasnya pada pemasukan pemerintah melalui sektor pajak.

E.     Mahalnya Biaya Pendidikan
Akibat dari sistem pendidikan yang salah, banyak anak-anak kurang mampu yang terpaksa putus sekolah/mengenyam pendidikan formal. Hal ini diakibatkan oleh mahalnya biasya pendidikan. Untuk tingkat TK saja, biaya masuknya mulai dari 1 juta bahkan sampai 5 juta untuk setiap calon paserta didik. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan formal hanya untuk orang kaya.
Solusi:
Hal ini berkaitan dengan kewajiban pemerintah secara penuh dalam hal pendidikan rakyatnya, tentunya berkaitan dengan sistem ekonomi yang ada. Untuk itu pemerintah wajib memberikan pengetahuan/wawasan kewirausahaan agar setiap warga negaranya bisa mandiri dan nanti bisa memberikan imbasnya pada pemasukan pemerintah melalui sektor pajak.

Masalah Pendidikan Matematika
A.    Rendahnya kemampuan siswa indonesia
Hal ini ditandai oleh data TIMSS 2003 menunjukkan bahwa prestasi siswa Indonesia (Rata-rata: 411) agak jauh di bawah Malaysia (Rata-rata: 508) dan Singapura (Rata-rata: 605). Skala Matematika TIMSS – Benchmark Internasional menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada pada skala rendah (peringkat bawah), Malaysia pada skala antara menengah dan tinggi (di peringkat tengah), dan Singapura berada pada skala lanjut (peringkat atas). Namun siswa Indonesia (169 jam di Kelas 8) lebih banyak menggunakan waktu dibandingkan siswa Malaysia (120 jam di Kelas 8) dan Singapura (112 jam di Kelas 8).
Solusi:
Rendahnya kemampuan siswa Indonesia disebabkan oleh rendahnya mutu pendidikan di Indonesia, untuk mengatasi hal tersebut, terutama dalam pelajaran matematika perlu adanya kerjasama antar lembaga terkait, antara lain MGMP, LPMP, PPG dan Ditjen P4TK. Dalam segala kegiatannya harus dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi untuk memastikan tingkat keberhasilan meningkatkan mutu pendidikan matematika di Indonesia.

B.   Proses pembelajaran dikelas kurang meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi serta kuran dalam hal penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini ditandai dengan data TIMSS 2003 yang menunjukkan bahwa penekanan pembelajaran di Indonesia lebih banyak pada penguasaan keterampilan dasar (basic skills), namun sedikit atau sama sekali tidak ada penekanan untuk penerapan matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari, berkomunikasi secara matematis, dan bernalar secara matematis. Pendapat Ashari, wakil Himpunan Matematikawan Indonesia (HMI atau IndoMS) yang menyatakan karakteristik pembelajaran matematika saat ini adalah lebih mengacu pada tujuan jangka pendek (lulus ujian sekolah, kabupaten/kota, atau nasional), materi kurang membumi, lebih fokus pada kemampuan prosedural, komunikasi satu arah, pengaturan ruang kelas monoton, low order thinking skills, bergantung kepada buku paket, lebih dominan soal rutin, dan pertanyaan tingkat rendah.  Hasil Video Study menunjukkan juga bahwa: ceramah merupakan metode yang paling banyak digunakan selama mengajar, waktu yang digunakan siswa untuk problem solving 32% dari seluruh waktu di kelas, guru lebih banyak berbicara dibandingkan dengan siswa, hampir semua guru memberikan soal rutin dan kurang menantang, kebanyakan guru sangat bergantung dan sangat mempercayai buku teks yang mereka pakai, dan sebagian besar guru belum menguasai keterampilan bertanya.
Solusi:
Perlunya penerapan pendekatan pembelajaran yang mendukung peningkatan berpikir tingkat tinggi, agar peserta didik tidak hanya menerima materi yang diajarkan guru, tetapi juga mereka mengerti tentang materi tersebut dan kaitannya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Diantara pendekatan pembelajaran yang mendukung yaitu, Contextual Teaching and Learning (CTL), Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI), Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM), Pembelajaran Kooperatif, dan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).

C.     Paradigma Matematika di kalangan peserta didik
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah dengan presentase jam pelajaran yang paling banyak dibanding dengan mata pelajaran yang lainya. Ironisnya, matematika termasuk pelajaran yang tidak disukai banyak siswa. Bagi mereka pelajaran matematika cenderung dipandang sebagai mata pelajaran yang “kurang diminati” dan “kalau bisa dihindari”. Ketakutan-ketakutan dari siswa tidak hanya disebabkan oleh siswa itu sendiri, melainkan kurangnya kemampuan guru dalam menciptakan situasi yang dapat membawa siswa tertarik pada matematika. Proses belajar mengajar matematika yang baik adalah guru harus mampu menerapkan suasana yang dapat membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada, sehingga mereka mampu mencoba memecahkan permasalahanya. Belajar matematika akan lebih bermakna jika anak “mengalaminya“ dengan apa yang dipelajarinya, bukan “mengetahuinya“
Solusi:
Untuk mengantisipasi masalah tersebut agar tidak berkelanjutan maka para guru terus berusaha menyusun dan menerapkan berbagai metode yang bervariasi. Salah satu metode yang diterapkan yaitu pembelajaran matematika dengan pendekatan Improve yang menggunakan metode pemecahan masalah. Dalam pemecahan masalah siswa dipusatkan pada cara menghadapi persoalan dengan langkah penyelesaian yang sistematis yaitu memahami masalah, menyusun rencana penyelesaian, melaksanakan rencana dan memeriksa kembali sebagian persoalan yang dihadapi agar dapat diatasi.
Sedangkan dengan pendekatan Improve siswa diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar matematika. Dengan demikian siswa dapat belajar matematika tidak hanya mendengarkan pelajaran yang diberikan guru saja namun diperlukan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika.

The Fikr: Wanita Shalehah

wanita solehah adalah sebaik baik keindahan
Menatapnya menyejukkan Qalbu
Mendengarkan suaranya menghanyutkan batin
Ditinggalkan menambahkan keyakinan
Wanita solehah adalah bidadari surga yang hadir didunia
Wanita solehah adalah istri yang meneguhkan jihad suami
Wanita solehah penebar rahmat bagi rumah tangga cahaya dunia dan akhirat

Perhiasan yang paling indah
bagi seorang abdi Allah
Itulah ia wanita sholehah
Ia menghiasi dunia

Perhiasan yang paling indah
bagi seorang abdi Allah
Itulah ia wanita sholehah
Ia menghiasi dunia

Itulah ia wanita sholehah
Ia menghiasi dunia

Aurat ditutup demi kehormatan
Kitab Al Qur’an didaulahkan
Suami mereka ditaatinya
Walau berjualan di rumah saja

Karena iman dan juga Islam
Telah menjadi keyakinan
Jiwa raga mampu di korbankan
Harta kemewahan dileburkan

Di dalam kehidupan ini
dia menampakkan kemuliaan
Bagai sekutum mawar yang tegar
Ditengah gelombang kehidupan

Aurat ditutup demi kehormatan
Kitab al Qur’an didaulahkan
Suami mereka ditaatinya
Akhlak mulia yang ia hadirkan

Karena iman dan juga Islam
Telah menjadi keyakinan
Jiwa raga mampu di korbankan
Harta kemewahan dileburkan

Di dalam kehidupan ini
dia menampakkan kemuliaan
Bagai sekutum mawar yang tegar
Ditengah gelombang kehidupan

Wanita sholehah….
Wanita sholehah….

Rabu, 21 Desember 2011

IMPLEMENTASI DAN IMPLIKASI STANDAR SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN


Penyusunan standar sarana dan prasarana diharapkan mampu memberikan motivasi dalam mendukung dan meningkatkan pendidikan di setiap jenjang pendidikan. Namun penerapan atau implementasinya secara keseluruhan tidak mudah, meskipun standar nasional merupakan kreteria minimum tidak setiap sekolah mampu memenehuinya. Implementasinya pun dilakukan secara bertahap dan diutamakan kebutuhan yang benar-benar diperlukan dalam proses pembelajaran. Setiap sarana dan prasarana yang disiapkan mewakili kebutuhan utama dari sebuah sekolah baik dasar dan menengah dengan kreteria minimum.
Pada dasarnya dengan standar nasional pendidikan diharapkan mampu memeratakan segala kegiatan maupun sarana pendukung dalam pendidikan yang meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri. Namun selalu ada implikasi dari setiap penerapan sebuah kebijakan, dan tidak pula dengan standar sarana dan prasaran, karena implikasi dari penerapannya menimbulkan kendala-kendalan dan permasalahan baru yang pemecahannya tidaklah mudah karena akan berkaitan dengan standar nasional yang lain. Misalkan saja kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, Peserta didik dan kelulusannya, penilaian dan pengelolaan maupun pelaksanaan pembiayaan yang sesuai dan merata.
Implikasi berkaitan dengan akibat dari implementasi sebuah program atau kegiatan, dalam implementasi standar sarana dan prasarana tidak menutup kemungkinan terjadi sebuah implikasi dari penerapan tersebut. Bila setiap sarana dan prasaran yang di adakan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam standar, maka akibat yang mungkit terjadi seperti yang diuraikan diatas adalah munculnya kebijakan lain yang berkaitan dengan pilihan untuk memenuhi terlebih dahulu kebutuhan utama dari sebuah sekolah ataupun satuan pemdidikan. Lahan dan bagunan dari sekolah yang akan didirikan tidak selamanya mengikuti ketentuan minimum sarana prasarana tapi disesuaikan dengan kondisi dan lingkungan sekitar sekolah tersebut. Demikian pula dengan perlengkapan setiap ruang selalu di lakukan dengan bertahap dan berkelanjutan. Apabila dilakukan dengan secara langsung yang sesuai dengan ketentuan hambatan yang paling utama adalah pemeliharaan maupun pembiayaan yang tidak mencukupi dan memadai bagi sarana dan prasarana yang disiapkan.
Selain itu ketersediaan kompetensi setiap pendidik dan tenaga kependidikan yang sesuai sehingga mampu mengelola dan memanfaatkan setiap sarana pendukung tidak mampu menyamai perlengkapan yang diberikan dan ini berakibat pada penelantaran perlengkapan tersebut. Pembangunan yang disesuaikan dengan ketentuan sebuah bagunan pada lahan yang tersedia akan memberikan dampak pada sempitnya ruang bermain/olahraga ataupun pembunan sarana yang lainnya seperti laboratorium, UKS maupun perpustakaan. Kendala ini biasanya ditemui dikota-kota besar yang tidak memiliki lahan yang begitu luas, atau meskipun memiliki lahan yang luas, dengan penerimaan peserta didik yang tidak sesuai dengan rasio minimum dalam setiap kelas menjadikan penambahan gedung yang lebih banyak.